Rabu, 01 September 2010

Pengetahuan Agama Islam

Tafsir surah al-Qamar (54): ayat 1 :
"Telah sangat dekat kiamat dan telah terbelah bulan".

Surah yang lalu, an-Najm-ditutup dengan ancaman tentang dekatnya kiamat, setelah awal ayatnya bersumpah tentang kebenaran al-Qur’an dengan menyebut an-Najm, yakni bintang yang berada dalam kuasa Allah saat terbit dan terbenamnya. Awal surah ini menekankan tentang kedekatan kiamat sambil membuktikan kuasa-Nya menyangkut bulan. Di sini Allah berfirman: "Telah sangat dekat kehadiran kiamat dan telah terbelah bulan".
Kata iqtarabat terambil dari kata qaruba yang berarti dekat. Penambahan huruf alif pada awalnya dan ta di tengah kata qaruba memberikan arti sangat sehingga ia berarti telah sangat dekat. Kedekatan tersebut dibandingkan dengan masa yang telah dilalui oleh kejadian alam raya ini.

Kalimat insyaqqa al-qamar menggunakan bentuk kata kerja masa lampau. Ini menjadikan sementara ulama menyatakan bahwa suatu ketika pada masa Nabi saw. bulan pernah terbelah dua. Sahabat Nabi Saw, Ibn Mas'ud, berkata bahwa suku Quraisy di Mekkah meminta bukti kepada Nabi Muhammad Saw atas kebenaran risalahnya dengan membelah dua bulan. Maka, Allah mengabulkan permintaan itu dan bulan pun terbelah, sebelah kirinya (HR bukhari). Riwayat menyangkut peristiwa ini sangat populer. Sekian banyak sahabat Nabi Saw memberitakannya, antara lain Anas Ibn Malik, Ibn Umar, Hudzaifah, Jubair Ibn Muth'im, Ibn Abbas, dll.

Kendati riwayat itu bersumber dari banyak orang yang menyatakan ikut menyaksikannya, sementara ulama menolaknya. Muhammmad Abduh, misalnya, tidak dapat menerima satu riwayat yang kurang logis walaupun diriwayatkan oleh banyak orang apalagi dapat diduga bahwa sering kali perawi-perawi menerima riwayat dengan mudah (tidak kritis) karena kandungannya bersifat ajaib dan indah sehingga mendorong perawi untuk cenderung membenarkannya. Para ulama yang menolak itu memahami kata insyaqqa dalam arti akan segera terbelah. Ini menurut mereka serupa dengan ucapan qamat menjelang salat.

Ketika Muazin berkata dalam bentuk kata kerja masa lampau-qad qamat ash-shalah yang bila diterjamahkan secara harfiah berarti sungguh telah dilaksanakan shalat namun maksudnya adalah shalat segera akan dilaksanakan. Pemahaman ini mereka kemukakan karena mereka merasa bahwa peristiwa terbelahnya bulan pada masa lalu adalah suatu peristiwa yang sangat sulit diterima oleh akal.

Thair Ibn Asyur, setelah mengemukakan perbedaan pendapat tentang terjadinya apa yang diuraiakan ayat di atas dan apakah itu terjadi sebelum atau sesudah turunnya ayat ini, menulis lebih jauh tentang beberapa kemungkinan yang dinilainya logis menyangkut peristiwa 'pembelahan bulan' itu. Ulama ini antara lain menulis bahwa: "Boleh jadi telah terjadi gempa yang besar di bulan yang mengakibatkan terjadinya satu lubang besar yang mengakibatkan terlihat sebagai bulan terbelah dua".

Sementara ulama yang memahami pembelahan bulan belum terjadi tapi akan terjadi menjelang kiamat mengatakan bahwa ayat di atas dengan menggunakan bentuk kata kerja madhilmasa lampau untuk satu peristiwa masa datang menunjukkan bahwa Allah swt. tidak disentuh oleh waktu.

Buat Maha Kuasa, masa lampau, kini, dan datang sama saja karena dia diatas dan menguasai waktu. Allah Maha Mutlak tidak disentuh oleh yang relatif. Hanya mahluk yang disentuh dan memerlukan waktu. Itu pun berbeda antara mahluk yang satu dan mahluk lainnya.

Setiap muslim percaya bahwa tata kerja alam raya berjalan konsisten sesuai dengan hukum alam yang ditetapkan Allah. Tetapi, pada saat yang sama, setiap muslim harus percaya bahwa tidak tertutup kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang berbeda dengan kebiasaan yang terlihat sehari-hari karena, baik yang terlihat sehari-hari maupun yang tidak terlihat sehari-hari, biasa terlihat keduanya bila terjadi sangat mengagumkan dan keduanya dicakup oleh kuasa Allah Yang Maha sempurna.

Terbelahnya bulan bukan sesuatu yang mustahil menurut akal walau mustahil menurut kebiasaan. Karena itu, terbelahnya bulan sebagai mukjizat yang telah pernah terjadi tidaklah harus dimungkiri dengan lasan tidak logis, apalagi semakin banyak orang yang terpercaya menginformasikannnya. Yang perlu diteliti untuk menerima atau menolaknya adalah riwayat-riwayat itu, apakah shahih atau tidak. Demikian, wallahu a'lam.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur'an)

Tidak ada komentar: